Pesona Jagad Raya


R
upanya tak banyak yang sadar bahwa bumi adalah wahana angkasa yang tak henti-hentinya terbang, disamping berputar pada porosnya. Ia terbang mengitari matahari dengan kecepatan 30 km/detik, lalu bersama matahari terbang mengitari galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 250 km/detik. Andaikan mobil melaju dengan kecepatan 250 km/detik – 900.000 km/jam, maka roda mibil akan lepas dengan sendirinya dalam waktu yang singkat.
Mujur, bumi lebih besar dan tangguh. Namun demikian, planet ini tak dapat terbang terbang dengan aman karena selalu ada misil angkasa yang siap menghadang. Alhasil, bumi seakan terbang di atas wilayah perang. Bedanya, ia tak dapat berkelip atau bermanuver seperti pesawat tempur.
Bumi bergerak mengikuti kepastian mutlak berdasarkan hukum alam yang sangat melekat. Hukum pokok (semacam Garis Besar Haluan Negara yang berlaku bagi setiap anggota tata surya) ini meliputi empat gaya: forsa lemah, forsa kuat, forsa lektrosmagnetik dan forsa magnetik.
Sepanjang usianya, bumi dan tata surya baru 20 kali mengitari galaksi Bima Sakti. Dalam masa peredarannya, bumi berulangkali diterpa bencana yang memusnahkan kehidupan. Namun masa edar yang lama mengitari Bima Sakti, sekitar 250 juta tahun, tidak perlu dirisaukan. Mengapa demikian ???.....








Dimensi panjang, lebar, tinggi dan waktu hanyalah ukuran untuk
manusia. Andaikan diterapkan pada makhluk cerdas (seumpama ada) di galaksi Andromeda akan tampak absurd
Ambil contoh, satu tahun di planet Yupiter sama dengan 11,9 tahun di bumi. Andaikan Anda menghuni Saturnus dan berusia satu tahun, itu sama dengan manusia di bumi yang berusia 29,5 tahun. Apalagi Anda berdiam di Pluto. Mencapai usia 10 tahun bernilai sama dengan usia 2484 tahun di bumi atau mendekati 25 abad.
Jadi, apabila Anda nyasar ke Andromeda dan menyebut usia Anda (sebutlah
50 tahun) makhluk cerdas di sana barangkali mengira Anda tidak lebih dari fosil hidup berusia 10 milyar tahun. Itulah yang disebut kerancauan dimensi yang berlaku di bumi, kalau diterapkan di tata surya lain.
Kini riset kaum ilmuan memang tertuju pada misil angkasa yang suatu ketika dapat menghantam bumi. Tidak kalah pentingnya adalah apa upaya manusia untuk menggeser orbit misil itu, terutama orbit trayektorisnya.
Sementara itu, bahaya lain seperti tabrakan antar galaksi, uzurnya benda-benda langit, mendekatnya jam geologis bumi ke jaman es membesarnya matahari yang membakar bumi, tak dapat ditanggulangi manusia, kecuali da peradaban super yang jauh lebih hebat dari jaman sekarang.
Memang, bumi kian beranjak tua hanya suatu wahana angkasa yang senantiasa terancam bahaya. Di belantara angkasa ini, bumi ibarat sebutir debu gurun pasir. (Misteri, edisi 350)